Kamis, 16 Agustus 2012

SIFAT-SIFAT PEWARIS SURGA


Oleh : Ust. Farikh Marzuki, Lc MA

Allah swt dalam Qs Al-Mukminun : 1 berfirman “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”               
Maksudnya adalah orang-orang mukmin telah bahagia dan gembira. Karena mereka mempunyai sifat iman. Yaitu membenarkan Allah, para Rasul, dan Hari Kiamat.
“(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” (Qs Al-Mukminun : 2)                     
Maksudnya: Orang-orang yang takut dan tenang. Sedangkan khusyu’ adalah kekhusyu’an hati.  Yakni ketundukan yang diiringi rasa takut dan ketenangan seluruh anggota tubuh.




Hasan Al-Bashri berkata:
“Mereka khusyu’nya ada dalam hati. Sehingga mata mereka menjadi menunduk dan merendahkan sayapnya (berlaku tawadhu’).”
Sedangkan khusyu’ dalam shalat hanya terwujud ketika seseorang memfokuskan hati untuk shalat. Ia menyibukkan diri dengan shalat dan tidak memikirkan lainnya. Ia mengutamakan shalat dibandingkan sesuatu yang lain. Dengan demikian ia mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saw dalam Hadis riwayat Ahmad:
“Saya dibuat senang kepada minyak wangi dan wanita. Dan penyejuk mataku dijadikan dalam shalat.”
Imam Ahmad juga meriwayatkan dari seorang lelaki dari Aslam bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Wahai Bilal! Santaikan diri kami dengan shalat.”
Khusyu’ adalah kewajiban darurat dalam shalat sehingga seseorang memahami makna-makna shalat. Bisa bermunajat dengan Rabb. Mengingat Allah. Takut kepada ancamanNya. Mentadabburi ayat-ayat Al-Qur`an dan memahami maknanya. Sebagaimana firman Allah:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Ketika seseorang khusyu’, ia menjadi terhindar dari bisikan Setan, juga terhindar dari perkara-perkara yang memalingkan mushalli dari shalatnya. Sebagaimana difirmankan Allah :
 “Jangan kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 205)
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (Qs Al-Mukminuun : 3)
Maksudnya orang-orang yang meninggalkan setiap perkara haram, makruh, atau perkara mubah yang tidak ada kebaikannya. Juga meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat bagi manusia dan tidak diperlukan. Perkara-perkara itu meliputi perbuatan dusta, lelucon, mencela, dan seluruh perkara maksiat, juga perkataan dan perbuatan yang tidak ada faidahnya. Sebagai firman Allah :
“Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan: 72)
Namun sayangnya, perkara yang tidak berguna pada zaman kita baik yang berupa perbuatan maupun perkataan, sangat banyak sekali. Kaum muslimin hampir kebanyakannya bergelimang di dalamnya. Seperti tayangan televisi, pertandingan sepak bola, konser musik, sms hand phone, membaca majalah-majalah yang tidak berguna, bermain kartu, dan perkara-perkara lain yang sangat membuang waktu dengan percuma. Padahal waktu adalah emas. Karena itu umat Islam identik dengan umat yang terbelakang karena kebanyakannya membuang waktu sia-sia dalam hal yang sama sekali tidak berguna.
“Dan orang-orang yang menunaikan zakat” (Qs Al-Mukminuun:4)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: Kebanyakan ulama’ mengatakan zakat yang dimaksudkan pada ayat ini adalah zakat mal. Padahal ayat ini makkiyah. Sementara zakat baru diwajibkan di kota Madinah pada tahun kedua hijrah. Tampaknya zakat yang diwajibkan di kota Madinah adalah zakat yang mempunyai nishab dan ketentuan tertentu. Karena zakat pada dasarnya sudah diwajibkan ketika di Makkah. Allah  berfirman dalam surat Al-An’am padahal ia adalah Makkiyah:
 “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).”(QS. Al-An’am: 141)
Tapi bisa juga maksud zakat pada ayat ini adalah zakat jiwa. Yakni mensucikan jiwa dari syirik dan segala kekotoran. Sebagaimana firman Allah :
 “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10)
Juga seperti firmanNya:
“Dan Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukanNya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat.” (QS. Fushshilat: 6-7)
Atau bisa jadi maksudnya adalah kedua penafsiran tersebut. Yaitu menzakati jiwa dan menzakati harta. Seorang mukmin yang sempurna adalah yang melakukan zakat ini dan itu. Allahu a’lam.
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” (Qs Al-Mukminuun : 5-6)
Maksudnya: Orang-orang yang menjaga kemaluannya dari perkara haram. Mereka tidak terjerumus dalam perkara yang dilarang Allah seperti berzina, homoseks, dan onani. Mereka tidak mendekati selain isteri-isteri yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka melalui akad nikah yang sah. Atau melalui budak-budak wanita mereka. Ini pada masa lalu ketika perbudakan masih berjalan. Barangsiapa membatasi diri dengan yang halal maka tidak ada cela dan dosa baginya.
“Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (Qs Al-Mukminuun : 7).   
Maksudnya: Barangsiapa mencari selain isteri dan budak wanita, mereka itulah orang-orang yang menentang dan melampaui batas. Ini juga menunjukkan bahwa nikah mut’ah dan onani dengan tangan adalah haram.
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya” (Qs Al-Mukminuun:8 )
Maksudnya orang-orang yang menjaga amanat dan sucinya perjanjian. Jika mereka diberi amanat mereka tidak berkhianat. Tetapi menunaikan amanat tersebut kepada ahlinya. Jika mereka membuat perjanjian mereka juga memenuhinya. Intinya menunaikan amanat dan janji adalah sifatahlul iman. Sedangkan berkhianat, menyalahi janji, dan tidak setia terhadap akad, baik itu dalam jual beli, persewaan, perserikatan, atau lainnya maka itu sifat ahlun nifaq. Yaitu orang-orang yang Rasulullah r bersabda dalam Hadis riwayat Asy-Syaikhan, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’I dari Abu HurairahRadhiyallahu anhu:
“Tanda orang munafiq ada tiga: Jika berkata-kata ia berdusta, jika berjanji ia tidak menepati. Dan jika diberi amanat ia berkhianat.”
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
Amanat dan janji mencakup segala yang diamanahkan kepada seseorang baik dari Rabb maupun dari manusia. Seperti kewajiban-kewajiban syariat (takalif syar’iyah), titipan, dan menunaikan akad perjanjian. 
“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya” (Qs Al-Mukminuun : 9)
 Maksudnya orang-orang yang tekun mengerjakan shalat dan menunaikannya tepat pada waktunya. Di samping juga menyempurnakan rukun dan syarat-syaratnya. Disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu dia berkata:
“Saya bertanya kepada Rasulullah saw : Wahai Rasulullah! Apakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: Shalat tepat pada waktunya. Saya bertanya lagi: Kemudian apa? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Saya bertanya lagi: Kemudian apa? Beliau menjawab: Berjihad di jalan Allah.”
Pada seluruh sifat ini Allah memulai dengan shalat dan menutupnya dengan shalat pula. Maka ini menunjukkan betapa agung kedudukan shalat bagi setiap hamba muslim. Rasulullah saw dalam Hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim, dan Baihaqi dari Tsauban berkata:
“Beristiqamalah dan kalian tidak akan mampu menghitung pahalanya. Ketahuilah! Sesungguhnya sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak senantiasa memelihara shalat kecuali seorang mukmin.”
Maksudnya: Tetapilah istiqamah dengan memelihara menunaikan hak dan menjaga batasan. Juga dengan ridha terhadap qadha’. Dan kalian tidak akan bisa menghitung pahala istiqamah.
 Kemudian Allah  berfirman:
“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya” (Qs Al-Mukminuun : 10-11).        
Maksudnya: Merekalah orang-orang yang sangat jauh tingkatan kesempurnaannya. Yaitu yang tersifati dengan sifat-sifat mulia tersebut. Merekalah yang patut menempati Surga-Surga firdaus. Yang menetap abadi di dalamnya. Disebutkan dalam Ash-Shahihain bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Jika kalian meminta Surga maka mintalah Firdaus. Karena Firdaus adalah Surga paling tinggi dan paling indah. Darinya bersemburat sungai-sungai Surga. Kemudian di atasnya ada Arsy Ar-Rahman.”
Yang sebanding dengan ayat-ayat ini adalah:
“Itulah Surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS. Maryam: 63)
 “Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Inilah undang-undang Allah yang sangat adil. Dia menjadikan Surga sebagai balasan amal baik sewaktu di dunia. Siapapun yang mempunyai ketujuh sifat ini, pasti mendapat kebahagian di alam Akhirat.
Setelah ketujuh ayat ini Allah menurunkan ayat-ayat tentang kewajiban wudhu, puasa, dan haji. Ibadah-ibadah ini masuk dalam sifat-sifat tujuh di atas. Dan ayat ini umum bagi semua lelaki dan perempuan.

Pelajaran yang diambil dari ayat:
Ayat-ayat surat Al-Mukminun ini mengajarkan kepada kita bahwa ketujuh sifat berikut hukumnya wajib. Siapapun menegakkannya maka wajib baginya abadi dan kekal dalam Surga Firdaus yang sangat tinggi. Sifat-sifat itu adalah:

1. Beriman: Yaitu membenarkan Allah, para Rasul, dan Hari Kiamat.

2. Khusyu’ dalam shalat: Yaitu tunduk, merendah kepada Allah dan takut kepadaNya. Tempat khusyu’ dalam hati. Jika hati khusyu’ maka khusyu’lah seluruh anggota tubuh. Karena hati ibarat raja dan penguasa seluruh anggota tubuh. At-Tirmidzi meriwayatkan Hadis dari Abu Dzar. Dia berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Jika seseorang dari kalian berdiri untuk shalat, sesungguhnya rahmat sedang mendatanginya. Karena itu janganlah ia menggerakkan kerikil.”
Ketenangan dalam shalat bukti adanya kekhusyu’an. Bukti pikiran sedang konsentrasi dan menghadap kepada Allah. Dengan kekhusyu’an ini seorang hamba mendapat inti daripada shalat. Sehingga tercapailah tujuan dari ditegakkannya shalat. Khusyu’ termasuk kewajiban dalam shalat. Khusyu’lah yang menjadi inti diterimanya ibadah shalat dan inti bisa diperolehnya pahala dari Allah.

3.  Berpaling dari perkara-perkara lahw (batil). Seperti syirik, seluruh kemaksiatan, dan segala perkara yang tidak ada guna dan tidak diperlukan. Meski perkara yang mubah.

4.  Menunaikan zakat mal yang diwajibkan. Serta mensucikan jiwa dari kekotoran dan maksiat. Di samping itu juga membersihkannya dari penyakit-penyakit hati seperti iri hati, hasad, benci, dan lain sebagainya.

5.  Menjaga kemaluan, menghindarkan diri dari perbuatan zina dan homoseks serta berpaling dari segala nafsu syahwat. Hal ini menunjukkan diharamkannya nikah  mut’ah. Yaitu pernikahan sementara dalam waktu tertentu, baik lama atau sebentar. Karena wanita yang dinikahi secara mu’tah statusnya bukan isteri pada hakikatnya. Karena menurut ijma’ sang wanita tidak menjadi pewaris. Jadi ia tetap tidak halal bagi lelaki.
Juga menunjukkan bahwa onani hukumnya haram. Hal itu dikuatkan pula dengan Hadis riwayat Hasan bin Arafah dari Anas bin Malik dari Nabi saw beliau bersabda:
“Tujuh golongan yang tidak dilihat Allah pada Hari Kiamat. Tidak disucikan. Tidak dikumpulkan beserta orang-orang yang beramal. Dan dimasukkan Neraka bersama orang-orang yang pertama masuk. Kecuali mereka bertaubat. Siapapun yang bertaubat maka Allah menerima taubatnya. Yaitu: Orang yang menyetubuhi tangannya. Dua pelaku homoseks (yang melakukan dan yang dilakukan itu padanya). Pecandu minuman keras. Orang yang memukul orang tuanya sampai minta tolong. Orang yang menyakiti tetangga hingga tetangga melaknatnya. Dan orang yang menyetubuhi isteri tetangga.”
Diharamkannya onani adalah madzhab jumhur ulama berdasarkan dzahir ayat yang membatasi seseorang boleh bersetubuh hanya dengan wanita yang diperisteri dan budak sahaya. Diriwayatkan dari Imam Ahmad, beliau membolehkan onani karena darurat atau karena kebutuhan yang sangat. Hanya sekali saja tanpa pengulangan. Yaitu ketika syahwat lagi mengganas dan pelaku tidak bisa membendungnya. Tetapi dengan tiga syarat: Pelaku takut akan berzina. Tidak memiliki mahar untuk menikah dengan wanita merdeka. Dan hendaknya onani dilakukan dengan tangannya sendiri bukan dengan tangan wanita asing atau lelaki sepertinya.
Barangsiapa melampaui batas dari yang halal dan terjerumus dalam perkara haram seperti zina dan homoseks, berarti ia benar-benar memerangi Allah dan melampaui batas. Ia wajib dihukum had atas perbuatan jijiknya. Kecuali tidak mengetahui keharamannya. Misalnya baru saja masuk Islam.

6.  Menunaikan amanah dan menetapi janji. Makna amanat mencakup segala perkara yang diembankan kepada insan baik urusan agama maupun dunia. Berupa perkataan atau perbuatan. Ini mencakup interaksi dengan manusia, janji dan lain sebagainya.

7.  Selalu menjaga shalat. Yaitu dengan segera mengerjakannya pada awal waktu serta menyempurnakan ruku’ dan sujudnya. Barangsiapa mengamalkan seperti termaktub dalam ayat, mereka itulah orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus. Menduduki tempat yang mulia disana. Dan kekal selama-lamanya dalam Surga. Kemudian termasuk amanat adalah segala perkara wajib baik berupa sesuatu yang harus dikerjakan atau ditinggalkan. Jadi ayat-ayat ini mencakup segala ibadah wajib seperti puasa, haji, dan thaharah.
Wallaahu ‘alam bisshowwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar